Menyambut hari kasih sayang, pemandangan yang bakal Sobat temui di muka pintu masuk swalayan sudah pasti papan reklame berwarna merah muda berbentuk hati. Kalau pun Sobat melewatkannya, deretan rak berisi produk-produk coklat atau produk spesial Valentine tak akan lepas dari pandangan. Sepekan sebelumnya, diskon besar coklat, bunga, dan pernak-pernik ucapan Valentine juga tak ayal menjadi agenda tiap swalayan memanjakan pasangan-pasangan kasmaran. Apabila Sobat merasa heran dengan fenomena ini, Sobat harus menyimak bahwa sejarah perayaan hari kasih sayang modern ternyata berkaitan dengan menjamurnya barang-barang manufaktur yang menjajakan tema cinta.

Berbeda dengan Lebaran, Perayaan Natal atau Tahun Baru, hari Valentine awalnya tidak memiliki basis wilayah perayaan yang luas. Hingga abad pertengahan, hari Valentine sekedar menjadi tradisi sebagian orang Eropa mengekspresikan kasih sayang secara lisan. Tulisan ucapan selamat pun baru muncul sekitar tahun 1400. Para keluarga Raja dan bangsawan akan saling mengirimkan puisi atau tulisan pendek yang dituturkan melalui bahasa yang indah dan romantis kepada orang-orang terkasih.

Merayakan hari Valentine dengan saling bertukar cinderamata yang kita kenal sekarang sebenarnya baru terjadi pada abad 17. Merangkum pemikir Inggris, Thomas Malthus, abad 17 mengawali tradisi perkawinan dan berkeluarga atas dasar cinta kasih yang semakin solid di kalangan rakyat biasa. Hal ini memicu sikap konsumerisme dengan tujuan memenuhi kebutuhan romantis tersebut. Berkat perkembangan sektor manufaktur, barang-barang pernak-pernik pun masuk ke dalam daftar belanjaan utama para pasangan kasmaran dari kalangan menengah di kala menyambut Valentine.

Menjelang tahun 1900, setiap orang dari bermacam lapisan sosial Eropa sudah mengenal tradisi Valentine. Bertepatan dengan kemajuan industri percetakan, kertas ucapan cetak semakin diminati menggantikan tulisan tangan. Disusul penurunan biaya pos membuat kartu ucapan selamat hari Valentine bebas melayang kesana kemari ke penjuru Eropa menjelang tanggal 14 Februari setiap tahun.

Meski menjadi keriuhan tersendiri di Eropa, bertukar kartu atau buah tangan di hari Valentine masih menjadi sesuatu yang mewah di luar Eropa. Di Amerika, hanya orang-orang kaya saja yang mampu mengimpor kartu ucapan buatan tangan berornamen pita dan renda yang membingkai lukisan klasik sepasang kekasih. Namun, keadaan ini beralih pada pertengahan abad 19. Ketika itu, Esther A. Howland, putri pemilik toko buku dan alat tulis terbesar di Worcester, Massachusetts, mendapat kartu ucapan selamat dari kerabat ayahnya. Esther bertekad membuat kartu ucapan Valentine yang lebih bagus dengan harga lebih terjangkau. Dibantu jaringan bisnis keluarganya, ia mulai mengumpulkan bahan baku dan mendesain sendiri kartunya. Tak butuh waktu lama hingga Esther dikenal sebagai orang pertama yang mengkomersilkan kartu ucapan selamat hari cinta di Amerika.

Sampai pada tahun 1920an, kebutuhan akan kartu ucapan dan cinderamata menyambut hari Valentine semakin meningkat di Amerika. Hal ini dibantu pula oleh gencarnya pembuatan film-film Amerika bertema cinta romantis. Pada periode yang sama, era film bicara tiba dan mengalihkan tema-tema film romantis jenaka ke kisah cinta dramatis. Perilaku dan ungkapan verbal rasa cinta para tokoh film lantas banyak ditiru. Tidak hanya itu, pada periode ini, pesan ucapan Valentine banyak menampilkan wajah aktris-aktris cantik terkenal yang berdandan dalam kostum dan dekorasi bernuansa hati.

Penyebaran film Amerika ke penjuru dunia turut membawa serta kode budaya Valentine. Telebih, Amerika selepas Perang Dunia II semakin gencar mengkampanyekan pentingnya cinta dan berkeluarga dengan mendorong pembuatan film-film romantis. Menurut Asosiasi Kartu Ucapan Amerika, pembelanjaan produk spesial Valentine berada di peringkat dua setelah Natal dan Tahun Baru. Data yang sama juga menyebut, bahwa 85% pembelanjaan dilakukan oleh perempuan. Dari sinilah pembelanjaan barang-barang bertema cinta melambung tidak hanya di Amerika tetapi di penjuru dunia, termasuk Indonesia. (IA)

Sumber gambar: Sue Carol (1920s) dari mothgirlwings.tumblr.com