Jelang hari raya Imlek, seluruh warga keturunan Tionghoa tentunya akan mulai disibukan dengan berbagai persiapan dalam menyambut Tahun Baru China tersebut. Berbagai perlengkapan, pernak pernik hingga aneka makanan khas hari raya tersebut akan diburu untuk meramaikan momen tersebut.

Salah satu kudapan wajib dan khas yang selalu tersedia pada waktu tersebut adalah kue keranjang atau yang juga populer disebut dodol cina. Kudapan yang umumnya hanya dapat ditemui setahun sekali ini rupanya begitu sarat akan nilai filosofis dari berbagai segi.

Seperti nama aslinya yang berasal dari kata Nian (tahun) dan Gao (kue) yang berarti kue tahunan, penganan ini umumnya hanya dapat ditemui setahun sekali. Dalam pengucapan Hokkian kue ini disebut sebagai Ti Kwe (kue manis) yang pelafalannya menyerupai kata ‘tinggi’. Oleh karenanya kue ini sering disusun bertingkat-tingkat dimulai dari yang terbesar hingga yang terkecil. Keberadaan kue keranjang diibaratkan seperti menutup langit agar tidak hujan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan hal-hal buruk.

Dari segi sifat dan rasanya, lengketnya tepung ketan serta cita rasanya yang manis memiliki makna pengharapan akan eratnya hubungan persaudaraan dan rasa suka cita. Tak hanya itu, bentuknya yang bulat memiliki makna memandang kekeluargaan secara sama rata dan tidak membeda-bedakan. Teksturnya kue yang kenyal juga memiliki arti sebagai kegigihan dan keuletan. Daya tahannya yang bisa disimpan cukup lama melambangkan harapan keabadian hubungan yang tak lekang oleh waktu.

Kue Keranjang

Kue keranjang terbuat dari tepung ketan dan gula merah yang dimasak selama 11-12 jam hingga adonan mengental sempurna. Selama pembuatannya, kue ini harus terus diaduk-aduk sesekali agar bawahnya tidak gosong. Kue yang telah mengental nantinya akan dicetak ke dalam keranjang bambu yang sudah dilapisi daun pisang atau plastik. Waktu ideal untuk mengonsumsi kue keranjang adalah 20 hari sejak pembuatannya. Pada hari tersebut kue keranjang akan mulai mengeras sehingga mudah untuk dipotong.

Selain dimakan begitu saja, terdapat pula beberapa metode untuk mengolahnya. Salah satunya yang paling umum dilakukan adalah mencelupkan potongan dodol ke dalam adonan tepung dan menggorengnya. Namun begitu seiring dengan berkembangnya zaman, cara menyantap kue keranjang juga semakin bervariasi, diantaranya seperti dijadikan isian mochi, puff pastry, hingga roti tawar.

Metode pengolahan lebih lanjut tersebut dianggap dapat membuat rasa dodol menjadi lebih nikmat untuk disantap. Pasalnya saat dipanaskan kembali, tekstur dodol akan menjadi lembut kembali sehingga memberi sensasi rasa yang berbeda saat dimakan. Keberadaan kue keranjang tak hanya sekedar menjadi kudapan wajib semata di waktu Imlek. Bagaimanapun, kehadirannya telah menjadi bagian untuk mempersiapkan diri menjalani kehidupan yang lebih baik di tahun tesebut. Kentalnya nilai filosofis dan budaya yang terkandung di dalamnya membuat manisan yang satu ini mustahil ditiadakan untuk melewatkan Imlek yang penuh makna. (AS)