Siapa sih yang tidak suka menyantap kue-kue tradisional khas Indonesia. Kue sejuta umat yang terkenal sedap ini memang kaya akan jenis, bentuk, dan identik dengan rasa manis. Biasanya dijajakan di pasar-pasar tradisional di kala pagi dan langsung ludes begitu matahari sejajar di atas kepala. Saat bulan Ramadhan tiba, kue tradisional pun selalu menjadi incaran para pemburu takjil.

Kue tradisional Indonesia sering disebut sebagai jajanan pasar. Namun, belakangan kue-kue sejenis mulai naik kelas dan dijajakan di pusat perbelanjaan modern hingga mall-mall besar. Bahkan, di Bandara Internasional Changi yang terkenal mentereng itu sobat juga dapat dengan mudah menemukan kue tradisional yang dijual di bawah label Bengawan Solo.

Bengawan Solo merupakan toko kue tradisional yang paling terkenal di Singapura. Saking terkenalnya, beberapa dari 45 outlet Bengawan Solo yang tersebar di negara pulau itu memberlakukan jam operasional selama 24 jam penuh dalam satu minggu.

“Saya benar-benar tidak bisa menutup toko. Sebelum saya membuka toko, pasti ada saja orang yang sudah mengantri di depan toko. Tidak ada hari libur bagi saya,” kata Anastasia Liew, pemilik sekaligus pendiri Bengawan Solo, seperti dikutip dari South China Morning Post, Senin (1/7/2019).

Anastasia Liew lahir di Indonesia, tepatnya di Sumatera. Kisah perantauan Anastasia dari Indonesia ke Singapura dengan membawa resep-resep kue andalannya dimulai pada permulaan tahun 1970-an. Kala itu, Anastasia ikut bersama sepupunya mengadu nasib ke Kota Singa. Di sanalah, timbulah niatan untuk kembali membuat dan menjual kue-kue tradisional seperti yang sering dilakoninya di Indonesia.

Lantaran Singapura memberlakukan larangan menjajakan kue yang dibuat di rumah, maka Anastasia terpaksa mengumpulkan uang terlebih dahulu agar dapat menyewa sebuah toko. Barulah sekitar tahun 1980-an, Anastasia bersama suaminya berhasil membuka sebuah toko kue kecil di kawasan Marine Parade. Toko itu dinamainya sama dengan lagu keroncong terkenal Bengawan Solo. Ada lima kue yang dijual Anastasia saat itu, termasuk di antaranya kue bolu pandan andalannya.

Pada tahun 1981, toko kue Anastasia mendadak dijejali pengunjung yang datang dari penjuru Singapura. Musababnya ternyata berasal dari tulisan seorang jurnalis bernama Alan John yang terbit di The Strait Times, salah satu koran berbahasa Inggris tertua di Singapura. John mengaku niat untuk mengangkat kisah toko kue Bengawan Solo timbul berkat tuntunan indera penciumannya.

“Sekitar tahun 1981, saya dan istri saya tinggal di kawasan Marine Parade yang baru saja membangun sebuah areal pemukiman. Tempat tinggal kami ternyata berseberangan dengan jalan menuju Bengawan Solo, tapi saya tidak tahu ada toko di sana. Tak berapa lama, saat tengah menjelajah jalanan sekitar, saya mencium bau yang sangat harum,” kenang John.

Saat pertama kali berkunjung, John disambut oleh keramah tamahan suami Anastasia yang bekerja menjual kue di balik meja kasir. Sementara itu, Anastasia dengan giat bekerja sendirian membuat kue lapis di belakang meja kaca. Toko pertama mereka saat itu masih sangat kecil, beralaskan semen.

Kini, Bengawan Solo menjelma menjadi toko kue tradisional beromset 65 juta dolar. Cabangnya tersebar di penjuru Singapura, di antaranya terdapat di setiap terminal Bandara Internasional Changi. Pembelinya pun datang dari berbagai negara. Selain kue lapis dan kue bolu pandan, Bengawan Solo juga menjual onde-onde, klepon, kue lumpur, dadar gulung, bika ambon, kue mangkok, yang siap dijadikan buah tangan para tamu internasional

Semua kue-kue tradisional di Bengawan Solo berasal dari resep Anastasia seorang diri. Meskipun sudah lewat hampir 40 tahun, Anastasia tetap mempertahankan konsistensi rasa dan kepadatan kuenya. Ketika sudah berhasil membuka cabang dan memiliki puluhan karyawan pun, Anastasia masih senantiasa terjun langsung untuk mengawasi pembuatan kue. Menurutnya semua kue wajib dikerjakan dengan tangan. Berkat sikap yang tegas di dapur, para anak buah Anastasia memberinya julukan “Lady Boss”. (IA)

Sumber gambar: aminahstore.com